Responsive Ads Here

Selasa, 23 Juni 2020

Ilustrasi pasien Covid-19
Ilustrasi pasien virus corona dalam masa penyembuhan penyakit Covid-19.(Shutterstock)

Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO) telah menerbitkan pedoman sementara yang diperbarui tentang manajemen klinis Covid-19 dan rekomendasi untuk mengeluarkan pasien dari isolasi.

Dikutip dari laman resmi WHO, kriteria yang diperbarui itu mencerminkan sejumlah temuan baru-baru ini bahwa pasien yang gejalanya telah sembuh mungkin masih menunjukkan hasil positif saat dites swab selama beberapa minggu.

Meskipun demikian, WHO menyebut pasien rendah kemungkinannya menularkan virus corona ke orang lain.

Dalam pedoman sementara yang diperbarui pada 27 Mei 2020 itu, disebutkan bahwa kriteria tersebut berlaku untuk semua kasus Covid-19, terlepas dari lokasi isolasi dan tingkat keparahan penyakit.

Berikut kriteria pemulangannya:
  • Pasien dengan gejala: 10 hari setelah menunjukkan gejala, ditambah minimal 3 hari tanpa gejala (termasuk demam dan gejala pernapasan)
  • Pasien tanpa gejala: 10 hari setelah dites positif untuk Covid-19

Sebagai contoh, jika seorang pasien memiliki gejala selama 2 hari, maka pasien dapat dipulangkan setelah 13 hari (10 hari + 3 hari) dari tanggal onset gejala.

Sementara pasien dengan gejala selama 14 hari, pasien bisa dipulangkan 17 hari setelah timbulnya gejala.

Untuk pasien dengan gejala selama 30 hari, pasien dapat dipulangkan 33 hari setelah timbulnya gejala. Menurut WHO, pasien Covid-19 bisa dikeluarkan dari isolasi rumah sakit bisa tanpa memerlukan pengujian ulang dengan ketentuan di atas.

Hal itu berbeda dari rekomendasi awal WHO yang mengharuskan pasien untuk pulih secara klinis dan memiliki dua hasil tes swab negatif dari sampel berurutan yang diambil setidaknya 24 jam terpisah.

Kendati demikian, WHO mempersilakan bagi negara-negara untuk tetap menggunakan kriteria pertama (setelah dua kali tes PCR negatif) atau kriteria pemulangan pasien dari isolasi yang terbaru.

Alasan perubahan


Dalam konsultasi dengan pakar global dan negara anggota, WHO mengatakan bahwa rekomendasi awal menimbulkan beberapa tantangan.

Menurut dia, isolasi untuk pasien dengan deteksi RNA virus yang berkepanjangan setelah gejala hilang bisa terlalu lama.

Kondisi itu dinilai akan memengaruhi psikologis pasien, masyarakat, dan akses ke perawatan kesehatan.

WHO juga menyebut bahwa kapasitas pengujian di sejumlah negara yang tidak mencukupi untuk memenuhi kriteria awal pemulangan pasien.

Artinya, dengan tidak memerlukan dua kali tes untuk pembuktian negatif, alat testing bisa lebih dimanfaatkan untuk testing kasus.

Tantangan-tantangan ini dan data yang baru tersedia tentang risiko penularan virus corona memberikan kerangka kerja untuk memperbarui waktu pemulangan pasien yang pulih dari isolasi di dalam dan di luar fasilitas perawatan kesehatan.

Meski demikian, WHO tetap terus meninjau literatur ilmiah tentang virus corona melalui Divisi Sains dan tim teknis Covid-19.

WHO mendorong komunitas ilmiah untuk mengumpulkan bukti tambahan guna lebih meningkatkan kriteria lebih lanjut.

Donald Trump
Donald Trump

Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menangguhkan sementara masuknya tenaga kerja asing (TKA) ke negaranya. Hal ini dilakukan untuk melindungi warganya yang sedang berjuang mendapat pekerjaan setelah pandemi Corona (COVID-19) menghancurkan pasar kerja.

Trump mengeluarkan proklamasi presiden yang sementara waktu menghalangi pekerja asing masuk dengan visa H-1B untuk karyawan yang terampil dan visa L untuk manajer dan pekerja khusus yang dipindahkan dalam suatu perusahaan. Dia juga memblokir orang-orang yang masuk dengan visa pekerja musiman H-2B, yang digunakan oleh landscapers dan industri lainnya.

Seorang Pejabat Senior Administrasi mengatakan penangguhan visa yang akan berlaku Rabu hingga akhir tahun ini akan membuka 525.000 pekerjaan untuk pekerja AS. Cara ini dibuat agar warga AS bisa kembali bekerja secepat mungkin.

Keputusan ini mendapat banyak tentangan dari pelaku bisnis termasuk perusahaan teknologi dan Kamar Dagang AS. Mereka mengatakan penangguhan visa itu akan menghambat pemulihan ekonomi setelah kerusakan yang terjadi akibat pandemi.

Banyak kelompok bisnis melobi untuk menentang larangan visa sementara bahkan sebelum diumumkan. Seorang Analis Kebijakan di Migration Policy Institute, Sarah Pierce memperkirakan bahwa putusan baru itu akan memblokir 219.000 pekerja asing sepanjang sisa tahun ini.

"Ini memperkenalkan lebih banyak kekacauan ke dalam situasi yang sudah kacau untuk banyak perusahaan AS," kata Sarah dilansir Reuters, Selasa (23/6/2020).

Trump juga memperbarui proklamasi bulan April yang memblokir beberapa orang asing dari tempat tinggal permanen di AS. Pejabat Senior Administrasi mengatakan bahwa proklamasi membebaskan sekitar 50.000 pekerjaan untuk orang AS.

Penangguhan visa ini dikecualikan untuk pekerja medis dalam penelitian dan perawatan virus Corona. Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi AS mengatakan ada 15.269 petisi untuk visa H-1B dalam pekerjaan yang berhubungan dengan perawatan kesehatan di seluruh AS pada tahun fiskal 2019.

Dia juga berencana mengeluarkan peraturan yang mempersulit perusahaan untuk menggunakan program visa H-1B untuk melatih pekerja asing untuk melakukan pekerjaan yang sama di negara lain.

Administrasi Trump juga mengambil langkah untuk membatasi izin kerja bagi pencari suaka, menyelesaikan peraturan untuk menghapus persyaratan dan memproses izin tersebut dalam waktu 30 hari. Langkah suaka terpisah yang ditetapkan akan diselesaikan pada hari Jumat dan akan sangat membatasi akses pencari suaka ke izin kerja.

Kamis, 16 April 2020

Media Asing Soroti Kekebalan Misterius Warga Bali dari Virus Corona
Foto: Suasana Nyepi di Bali saat Corona (ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF)

Jakarta - Media asing menyoroti kekebalan misterius warga Pulau Bali dari serangan virus Corona (COVID-19). Padahal, kunjungan wisatawan China--tempat pertama ketika Corona mulai merebak--sempat meningkat pada bulan Januari lalu.

Sorotan itu datang dari media yang berbasis di Hong Kong, Asia Times dalam tulisan bertajuk 'Bali's mysterious immunity to Covid-19' yang dipublikasi pada 14 Maret 2020.

Sebagaimana dilihat detikcom pada Kamis (16/4/2020), media itu menyoroti mengapa Bali hanya memiliki kasus Corona yang sedikit. Padahal, Pulau Dewata itu memiliki 4,2 juta penduduk dan beberapa di antaranya adalah warga asing. Corona di Indonesia seperti hanya terkonsentrasi di pulau Jawa.

"Juga tidak ada cerita rumah sakit kebanjiran (pasien), peningkatan tajam dalam kremasi atau bukti anekdotal lainnya bahwa virus corona merajalela di 4,2 juta populasi pulau mayoritas Hindu itu, di antaranya ribuan warga asing," tulis Asia Times.

Asia Times mengutip cerita seorang blogger asal Bali, Rio Helmi yang heran mengapa Bali memiliki jumlah kasus Corona yang rendah. Sejauh ini korban meninggal akibat Corona di Bali adalah warga asing.

Padahal, menurut catatan Asia Times, jumlah wisatawan China yang datang ke Bali sempat meningkat pada bulan Januari. Di mana saat itu Wuhan sedang mengalami lockdown karena penularan Corona yang luar biasa.

"Apa yang membuat situasi Bali begitu membingungkan adalah bahwa jumlah kedatangan wisatawan China ke Bali sebenarnya meningkat sebesar 3% pada bulan Januari, bulan yang sama dengan lockdown Wuhan. Bahkan, mereka masih tiba sampai 5 Februari ketika pihak berwenang akhirnya pindah untuk melarang siapa pun yang berada di China dalam 14 hari sebelumnya," tulis media yang fokus pada isu-isu kawasan Asia itu.

Kendati demikian, Asia Times menyebut industri pariwisata di Bali tetap terdampak atas wabah virus Corona ini. Inilah dampak yang tak pernah terbayangkan, sejak peristiwa Bom Bali tahun 2002.

"Industri pariwisata Bali belum pernah terpukul sekeras ini sejak pemboman teroris tahun 2002, yang membuat ekonomi lokal hancur berkeping-keping selama dua tahun berikutnya karena para pelancong Australia menjauh berbondong-bondong. Pemboman lainnya pada tahun 2005 membuat lebih sulit lagi," lanjut Asia Times dalam tulisannya.
Gugat Perppu Corona ke MK, Ini yang Dituntut Amien Rais dkk
Gedung MK (Ari Saputra/detikcom)

Jakarta - Amien Rais bersama 23 orang lainnya menggugat Perppu Corona ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta pasal-pasal yang dinilai bertentangan dengan konstitusi dan UUD 1945 dibatalkan.

"Menyatakan Pasal 2 ayat 1 huruf a angka 1, 2, dan 3, Pasal 27 dan Pasal 28 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi petitum permohonan yang dilansir website MK, Kamis (16/4/2020).

Berikut ini pasal-pasal yang dimintakan dihapus tersebut:

Pasal 2 ayat 1 huruf a angka 1, 2 dan 3:

(1) Dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4) Pemerintah berwenang untuk:
a. menetapkan batasan defisit anggaran, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. melampaui 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB) selama masa penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan paling lama sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2022;
2. sejak Tahun Anggaran 2023 besaran defisit akan kembali menjadi paling tinggi sebesar 3 persen (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB); dan
3. penyesuaian besaran defisit sebagaimana dimaksud pada angka 1 menjadi sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan secara bertahap.

Pasal 27

1. Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.

2.Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

3.Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.

Pasal 28

Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku:

1. ketentuan jangka waktu yang diatur dalam Pasal 11 ayat (21, Pasal l7B ayat (1), Pasal 25 ayat (3), Pasal 26 ayat (1), dan Pasal 36 ayat (1c) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 32621 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2OO9 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO9 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9991

2. Pasal 55 ayat (41 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO9 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9621;

3. Pasal 12 ayat (3) beserta penjelasannya, Pasal 15 ayat (5), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), dan Pasal 28 ayat (3) dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

4. Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OO4 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a355);

5. Pasal 22 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2OO4 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 44201 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2OO9 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2OO4 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO9 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49631)

6.Pasal 27 ayat (1) beserta penjelasannya, Pasal 36, Pasal 83, dan Pasal lO7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2OO4 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah .
7.Pasal 7 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2OO9 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

8.Pasal 72 ayat (2) beserta penjelasannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

9.Pasal 316 dan Pasal 317 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

10. Pasal 177 huruf c angka 2, Pasal 180 ayat (6), dan Pasal 182 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

12. Pasal 11 ayat (221, Pasal 40, Pasal 42, dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2Ol9 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2O2O (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6410)

dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang ini.


Simak Video "Tekait Revisi APBN Akibat Dampak Corona, DPR Dukung Pemerintah Terbitkan Perppu"

Selasa, 14 April 2020

Presiden, Menteri hingga Pejabat Daerah Tak Dapat THR Tahun Ini
Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Jakarta - Pemberian tunjangan hari raya (THR) untuk pegawai negeri sipil (PNS) sudah dimatangkan. ASN, TNI, Polri dengan level eselon III ke bawah dipastikan cair THR-nya tahun ini. Lalu bagaimana dengan para pejabatnya?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberikan instruksi, ASN di luar level itu seperti pejabat negara tidak akan mendapatkan THR tahun ini.

"Sekarang ini di dalam proses melakukan revisi perpres sesuai dengan instruksi Bapak Presiden, bahwa THR untuk seluruh pejabat negara dan eselon I serta eselon II tidak dibayarkan," tuturnya dalam konferensi pers virtual, Selasa (14/4/2020).

Sri Mulyani menjabarkan, pejabat-pejabat yang dimaksud termasuk presiden, wakil presiden, menteri, anggota DPR, MPR DPD, kepala daerah, hingga pejabat eselon I dan II. Sementara ASN, TNI, Polri dengan level eselon III ke bawah dipastikan THR-nya akan dibayarkan.

"THR, untuk ASN, TNI, Polri, Bapak Presiden sudah memutuskan THR akan dibayarkan untuk seluruh ASN TNI Polri yang posisinya adalah di bawah atau dalam hal ini sampai dengan eselon III ke bawah," tuturnya.

Dia juga memastikan bahwa pensiun PNS juga akan tetap mendapatkan THR tahun ini. Jumlahnya juga masih sama dengan tahun lalu.

"Karena pensiun adalah kelompok yang mungkin rentan juga. Jadi THR akan dilakukan sesuai dengan siklusnya. Sekarang ini di dalam proses melakukan revisi perpres sesuai dengan instruksi Bapak Presiden," tutupnya.

Simak Video "THR PNS di Ujung Tanduk?"

Jokowi Tetapkan Pandemi Corona Jadi Bencana Nasional, Ini Imbasnya
Ilustrasi Corona (Fauzan Kamil/detikcom)

Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan pandemi Corona menjadi bencana nasional. Salah satu imbasnya adalah alokasi APBN 2020 berubah. Salah satunya daerah bisa mendapatkan bantuan dari APBN untuk menangani kasus Corona.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

"Kebijakan keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi kebijakan pendapatan negara, termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara, termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah dan kebijakan pembiayaan," demikian bunyi Pasal 1 ayat 4 Perppu Corona yang dikutip detikcom, Selasa (14/4/2020).

Nah, dalam menanggulangi bencana nasional Corona, pemerintah pusat bisa menyuntik daerah dengan menggunakan APBN. Berikut ini bunyi Pasal 2 ayat 1:

Dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4) Pemerintah berwenang untuk memberikan hibah kepada Pemerintah Daerah.

"Hibah kepada pemerintah daerah diberikan dalam rangka penanganan bencana alam, bencana non-alam, bencana kemanusiaan, dan/atau kebijakan stimulus fiskal dalam rangka mengurangi dampak ekonomi atas bencana tersebut," demikian bunyi penjelasan Pasal 1 ayat 1 huruf j.

Lalu berapa besaran APBN yang dikucurkan ke daerah-daerah? Tidak disebutkan dalam Perppu Corona itu.

Simak Video "Jokowi Minta Daerah Re-alokasi dan Fokuskan Anggaran untuk Penanganan Corona"

Minggu, 12 April 2020

Diteken Luhut Aturan Ojol Angkut Penumpang Bikin Bingung!
Foto: Menko Luhut Binsar Pandjaitan (Lisye-detikcom)

Jakarta - Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Beleid itu ditandatangani oleh Menteri Perhubunga Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan.

Permenhub itu dianggap bikin bikin bingung. Salah satu hal yang rancu adalah tentang pembatasan kegiatan ojol yang tidak boleh angkut penumpang, tapi masih diperbolehkan dalam kondisi tertentu.

Dalam pasal 11 ayat 1 butir c tegas berbunyi sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang.

Namun dalam butir d disebutkan bahwa dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan.

"Apabila diterapkan, siapa petugas yang akan mengawasi di lapangan dan apakah ketentuan tersebut akan ditaati pengemudi dan penumpang sepeda motor? Bagaimana teknis memeriksa suhu tubuh setiap pengemudi dan penumpang?" kata Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno dalam keterangan tertulis, Minggu (12/4/2020).

Dalam PM Nomor 18 Tahun 2020 itu dijabarkan mengenai sepeda motor bisa mengangkut penumpang. Pertama adanya aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB.

Kedua, pengendara sepeda motor yang akan mengangkut penumpang wajib melakukan desinfeksi kendaraan dan perlengkapannya sebelum dan setelah selesai digunakan.

Ketiga menggunakan masker dan sarung tangan. Keempat tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit.

Menurut Djoko jika itu diterapkan pemerintah harus menyediakan tambahan personil dan anggaran untuk melengkapi pengadaan pos pemeriksaan.

"Pasti ribet urusan di lapangan. Dan mustahil dapat diawasi dengan benar. Apalagi di daerah, tidak ada petugas khusus yang mau mengawasi serinci itu. Jika dilaksanakan akan terjadi kebingungan petugas di lapangan dengan segala keterbatasan yang ada," tegasnya.

Djoko menilai pasal tersebut untuk mengakomodir kepentingan bisnis aplikator transportasi daring. Padahal Pemrov DKI Jakarta dan aplikator selama pelaksanaan PSBB di Jakarta sudah mau taat aturan yang sudah diberlakukan.

"Masyarakat pasti akan taat aturan selama tidak ada diskriminasi di lapangan. Dan jika diterapkan, akan menimbulkan keirian moda transportasi yang lain, sehingga aturan untuk menerapkan jaga jarak fisik penggunaan sepeda motor tidak akan terjadi. Juga nantinya akan merambat ke jenis angkutan lainnya," tambahnya.

Kebijakan Kemenhub itu dipandang juga kontra produktif dengan kebijakan Kemenkes. Sebab pada Pasal 15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 menyatakan, bahwa ojek daring hanya boleh beroperasi mengangkut barang, bukan orang. Sesungguhnya, permintaan supaya pengemudi ojek daring untuk tetap dapat membawa penumpang sangat jelas melanggar esensi dari menjaga jarak fisik (physical distancing).

"Sebaiknya segera cabut dan revisi Permenhub. Nomor 18 Tahun 2020. Abaikan kepentingan bisnis sesaat yang menyesatkan. Utamakan kepentingan masyarakat umum demi segera selesainya urusan penyebaran wabah virus Corona (COVID-19) yang cukup melelahkan dan menghabiskan energi bangsa ini," tegasnya.

Simak Video "Blak-blakan! Luhut Pandjaitan Ungkap Alasan Jokowi Tak Larang Warga Mudik"